Sumpahku Padamu, Madura!
oleh Hasyim Zain
Madura merupakan salah satu kepulauan di Indonesia yang menyimpan kekayaan budaya. Di antaranya adalah kerapan sapi yang hingga saat ini masih asyik dinikmati. Itu merupakan budaya Madura murni tanpa tercampuri moderenisasi. Dan semoga tidak ikut-ikutan diklaim sebagai kesenian negri jiran.
Pemuda Madura adalah pemuda Indonesia yang punya rasa tanggung jawab untuk menuruskan tradisi nenek moyangnya. Keras watak orang pesisir sangat kental melekat pada cara berpikir mereka. Ketika saya mencoba menembus suasana malam di Madura, bulu kuduk saya sontak berdiri. Setiap kali orang lewat di hadapan saya, pasti ada sesuatu yang melingkar di pundaknya. Entah apa itu?
Yang seperti itu ciri khas tersendiri bagi Madura. Semua budaya dan tradisimereka masih terjaga rapi, dan tak membosankan tuk dinikmati. Saya teringat seorang kawan di pelabuhan Ujung. Sambil menunjuk beton yang melintang jauh ke arah Surabaya, ia lirih berucap “itu Suramadu”. Jembatan yang menjadi harapan untuk perubahan, sekalipun terkesan gegabah dalam pembangunannya.
Pada mulanya saya beranggapan bahwa Suramadu adalah jembatan biasa. Seperti dalam puisi D. Zawawi Imron “di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani mudah melintasimu.” Namun akhir-akhir ini saya mengetahui bahwa jembatan itu adalah jembatan yang akan membuka mata orang Madura untuk lebih melihat kedepan. Dan mereka harus siap dengan hal itu.
Ya, dengan dibangunnya jembatan Suramadu, Madura harus lebih siap dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang akan memasuki bilik-bilik mereka dengan leluasa. Suramadu, menurut saya, merupakan jambatan yang akan membuat Madura lebih maju. Kurang tepat jika orang Madura menyimpan ketakutan terhadap Suramadu, seperti kebanyakan etnis Madura mengatakan “ mon Suramadu deddih ea bangun, ancor jeh madureh”
Nanti, kata kawan saya tadi, kelak disini akan terbangun gedung-gedung yang menjulang tinggi, yang budaknya adalah asli pribumi. Semua budaya disini akan mudah terkontaminasi dengan budaya luar yang semakin mudah keluar masuk ke pulau ini.
Itulah Madura yang saya tahu, Madura yang dulu jauh dari keramaian dan Madura yang sekarang akan menemukan perubahan. Dan mulai saat ini, atas nama orang Madura saya akan bersumpah untuk tetap menjaga tradisi dan budaya Madura. Sebagaimana sumpah D. Zawawi Imron dalam puisinya “di ubun langit kuucapkan sumpah: Madura, akulah darahmu.”
Penulis adalah mahasiswa FDK/KPI/2.
Madura merupakan salah satu kepulauan di Indonesia yang menyimpan kekayaan budaya. Di antaranya adalah kerapan sapi yang hingga saat ini masih asyik dinikmati. Itu merupakan budaya Madura murni tanpa tercampuri moderenisasi. Dan semoga tidak ikut-ikutan diklaim sebagai kesenian negri jiran.
Pemuda Madura adalah pemuda Indonesia yang punya rasa tanggung jawab untuk menuruskan tradisi nenek moyangnya. Keras watak orang pesisir sangat kental melekat pada cara berpikir mereka. Ketika saya mencoba menembus suasana malam di Madura, bulu kuduk saya sontak berdiri. Setiap kali orang lewat di hadapan saya, pasti ada sesuatu yang melingkar di pundaknya. Entah apa itu?
Yang seperti itu ciri khas tersendiri bagi Madura. Semua budaya dan tradisimereka masih terjaga rapi, dan tak membosankan tuk dinikmati. Saya teringat seorang kawan di pelabuhan Ujung. Sambil menunjuk beton yang melintang jauh ke arah Surabaya, ia lirih berucap “itu Suramadu”. Jembatan yang menjadi harapan untuk perubahan, sekalipun terkesan gegabah dalam pembangunannya.
Pada mulanya saya beranggapan bahwa Suramadu adalah jembatan biasa. Seperti dalam puisi D. Zawawi Imron “di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani mudah melintasimu.” Namun akhir-akhir ini saya mengetahui bahwa jembatan itu adalah jembatan yang akan membuka mata orang Madura untuk lebih melihat kedepan. Dan mereka harus siap dengan hal itu.
Ya, dengan dibangunnya jembatan Suramadu, Madura harus lebih siap dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang akan memasuki bilik-bilik mereka dengan leluasa. Suramadu, menurut saya, merupakan jambatan yang akan membuat Madura lebih maju. Kurang tepat jika orang Madura menyimpan ketakutan terhadap Suramadu, seperti kebanyakan etnis Madura mengatakan “ mon Suramadu deddih ea bangun, ancor jeh madureh”
Nanti, kata kawan saya tadi, kelak disini akan terbangun gedung-gedung yang menjulang tinggi, yang budaknya adalah asli pribumi. Semua budaya disini akan mudah terkontaminasi dengan budaya luar yang semakin mudah keluar masuk ke pulau ini.
Itulah Madura yang saya tahu, Madura yang dulu jauh dari keramaian dan Madura yang sekarang akan menemukan perubahan. Dan mulai saat ini, atas nama orang Madura saya akan bersumpah untuk tetap menjaga tradisi dan budaya Madura. Sebagaimana sumpah D. Zawawi Imron dalam puisinya “di ubun langit kuucapkan sumpah: Madura, akulah darahmu.”
Penulis adalah mahasiswa FDK/KPI/2.