Selasa, 30 Juni 2009

Surat Azimat

oleh Corrie Sunna

Ku tuliskan sebuah cerita sederhana yang barangkali lebih baik aku sebut sebagai surat. Kemudian akan kuselipkan di bawah pintu rumah kita. Agar saat kau pulang dari mengunjungi mereka, kau semakin tersiksa mencintaiku.

Dear, Mas Surya
Sebelum fajar menarik kakimu sampai di depan rumah kita. Aku dengan hati-hati mengangkat kakiku yang luka-luka akibat mengerjarmu setiap sore; menahanmu agar tidak bermalam di luar sana, sungguh peluh menyeret ngilu.

Maafkan aku, bila aku melulu minta mati karena tak kuat menyimpan dahaga. Meski kau Surya, matahari empunya Alam Raya, menerangi satu bagian dunia ke bagian dunia yang lainnya. Tapi, kau anggap apa aku ini?. Memang, kau pernah bilang “Matahari tidak ada di malam hari”. Dan aku mengamini petuahmu. Kau tersenyum lebar sambil mengelus-elus kepalaku. Setelah itu aku bisa manut, memaklumi jalanmu.

Kau tahu? Apa yang menemaniku saat kau melaksanakan kunjungan-kunjungan harianmu?. Yaitu, mimpi-mimpi aneh masuk dalam tidurku hingga aku tak berani lagi memejamkam mata. Jadwal malamku berubah, aku jadi pecandu kopi malam dan lebih sering mengisap sisa-sisa puntung rokokmu. Bahkan malam makin menyakitkan. Rasanya aku telah jauh dari tubuhmu, hanya piyama biru yang masih baru, masih tergantung di lemari, menenangkanku, meyakinkan diriku akan kau yang pernah ada di kamar ini.

Aku harus pergi, bukan karena pada satu sore aku menemukanmu sedang menjadi laki-laki di tengah padang. Bukan itu, aku harus pergi karena mataku bertambah minusnya, sedang harapku ingin menjadi mata matahari baru setengah jadi. Maka, aku harus pergi ke optik, mereparasi korneaku dengan lensa bunga. Jika aku tak kunjung kembali. Jangan khawatir, segelas susu hangat dan sepiring biskuit kesukaanmu ada di atas meja. Kau baik-baik ya di rumah...

Dini hari, sepasang mata berhenti di loket stasiun kereta. Sepasang mata itu tampak kebingungan. Petugas lalu mendekat.

“ Mau kemana?”
“ Saya tidak tahu,”
“Mau ke Surga?”
“Boleh...tapi jawab dulu pertanyaan saya”
“Di Surga ada matahari atau tidak?”
“Saya jarang ke sana, tapi sepertinya tidak ada”
“Kalau begitu, saya pesan satu tiket ke surga”

Penulis adalah mahasiswi FAH/BSA/6.

buletin sastra © 2008. Template by Dicas Blogger.

TOPO